Masa kecil seseorang merupakan masa-masa yang paling menyenangkan. Masa kecil itu juga merupakan suatu proses pengenalan diri seorang anak secara maksimal. Oleh sebab itu, ada banyak orang tua yang mengajarkan dan mengarahkan anaknya dengan baik dan benar agar mereka berkembang dengan baik.
Injil Lukas terbilang paling lengkap mengisahkan kelahiran Yesus. Hanya Lukas, satu-satunya penulis yang menceritakan kisah Yesus dari masa kanak-kanak sampai beranjak dewasa. Lukas 2:22, tertulis: “dan ketika genap waktu penahiran, menurut Hukum Taurat,” juga kita temukan di Imamat 12:1-2, 6, “Tuhan berfirman kepada Musa, demikian: Katakanlah kepada orang Israel, apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung terkukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan dengan menyerahkannya kepada Imam.” Ini dapat disimpulkan bahwa setelah melahirkan, seorang perempuan dianggap tidak tahir, dia harus tinggal di dalam rumah selama tujuh hari dan pada hari ke delapan bayinya (jika laki-laki) harus disunat. Ketika Yesus genap berumur delapan hari, Ia harus disunatkan menurut ketentuan Hukum Taurat sebagai TANDA bahwa anak itu dipersembahkan untuk Tuhan (Kej. 17:9; Im. 12:3). Karena Yesus, Sang Mesias lahir dari orang Yahudi maka Ia menggenapi TAURAT. Sunat menjadi syarat dalam Hukum Taurat untuk menunjukkan bahwa mereka menepati janji mereka kepada Allah, dimana setiap keturunan laki-laki Abraham harus disunat. Hal ini berarti bahwa Kristus datang juga untuk menggenapkan Hukum Taurat.
Sebagai umat Tuhan, kita memiliki tanda (identitas), yaitu: iman kita kepada Kristus. Tanpa iman kepada Kristus maka kita bukanlah umat Allah yang hidup dalam perjanjian yang baru di dalam Kristus. Mari kita pelihara identitas yang baru dan menaati segala perintah-Nya di dalam Kristus agar kehidupan kita semakin menyenangkan hati-Nya.
STUDI PRIBADI: Mengapa Tuhan Yesus harus dibawa ke Yerusalem oleh kedua orang tua-nya? Apa tanda yang paling penting bagi kita sebagai ciptaan yang baru di dalam Kristus?
Pokok Doa: Berdoa agar kedewasaan rohani Jemaat Allah bertumbuh dalam pengenalan yang benar terhadap Firman-Nya. Setiap kesempatan terbuka bagi umat Allah untuk memberitakan kabar sukacita Injil Kristus.
Bab 33: Menampakkan Diri dalam Kemuliaan: Perubahan Rupa
Ketika masih anak-anak, Yesus tinggal di sebuah kampung kecil di daerah berbukit-bukit. Ia Anak Allah, dan Ia dapat mendiami tempat mana saja pun di atas bumi ini, sebagai tempat tinggal-Nya. Ia menjadi kehormatan di tempat mana pun. Tetapi Ia tidak pergi ke rumah orang kaya atau ke istana para raja. Ia memilih tempat tinggal di antara orang miskin di Nazaret.
Yesus ingin supaya orang miskin mengetahui bahwa Ia mengerti kesulitan yang mereka hadapi. Ia menganggung segala apa yang mereka tanggung. Ia dapat merasakan perasaan mereka, dan juga membantu mereka. Alkitab berbicara mengenai masa anak-anak Yesus seperti berikut, “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Lukas 2:40, 52.
Pikiran-Nya cerdas dan senantiasa giat. Ia mudah mengerti, hikmat yang ada pada-Nya penuh pertimbangan melebihi batas usia-Nya. Namun demikian cara-cara hidup-Nya sederhana dan seperti anak-anak pada umumnya, pikiran-Nya semakin matang dan tubuh-Nya semakin bertumbuh seperti anak-anak lainnya. Tetapi Yesus tidak sama persis dengan anak-anak yang lain di dalam segala hal. Ia selalu menunjukkan sikap yang manis, dan sikap yang tidak mementingkan diri sendiri. Tangan-Nya yang ramah senantiasa siap sedia menolong orang lain. Ia penuh kesabaran dan selalu bersikap benar.
Ia kokoh bagaikan batu karang mempertahankan yang benar, Ia selalu berhasil menunjukkan sikap yang lembut, ramah terhadap semua orang. Di rumah-Nya, atau di mana saja pun Ia berada, Ia bagaikan sinar matahari yang menyegarkan. Terhadap orang lain Ia ramah dan penuh pertimbangan, baik kepada orang yang sudah tua maupun kepada orang miskin. Kepada binatang yang tidak dapat berbicara sekalipun Ia selalu menunjukkan kelemahlembutan. Ia memperhatikan serta merawat seekor burung kecil yang terluka, dan setiap makhluk hidup merasa bertambah bahagia bilamana Ia menghampirinya.
Pada masa Kristus orang Yahudi sangat memperhatikan pendidikan anak-anak mereka. Sekolah mereka senantiasa dikaitkan dengan Sinagog, tempat beribadat, dan guru mereka disebut rabi, orang yang dianggap paling terpelajar. Yesus tidak memasuki sekolah ini, karena di sekolah ini diajarkan banyak hal yang tidak benar. Yang dipelajari di sekolah-sekolah ini ialah buah-buah pikiran orang, sebagai ganti Firman Allah, dan sering pelajaran ini bertentangan dengan apa yang telah diajarkan Tuhan melalui para nabi.
Allah sendiri, melalui Roh Kudus mengajar Maria bagaimana membesarkan Anak-Nya. Maria mengajar Yesus dengan Kitab Suci, Ia belajar membaca dan mempelajari bagi Dirinya sendiri. Yesus juga senang mempelajari benda-benda yang menakjubkan, yang diciptakan Tuhan baik yang di bumi maupun di udara. Di dalam buku alam ini Ia melihat pepohonan, tanaman dan hewan, matahari dan binatang.
Dari hari ke hari Ia memperhatikannya, dan berusaha menimba pelajaran dari bukit alam itu dan memahami sebab musabab segala sesuatu. Malaikat kudus menyertai-Nya, membantu Dia memahami Allah dari benda-benda ciptaan ini. Ia, bertambah besar tubuh dan kekuatan, begitu pula dalam pengetahuan dan akal budi. Setiap anak dapat memperoleh pengetahuan seperti yang diperoleh Yesus. Kita harus menggunakan waktu itu untuk mempelajari yang benar saja. Dongeng-dongeng dan yang palsu tidak mendatangkan faedah bagi kita.
Hanya kebenaran yang berguna, dan ini dapat kita pelajari dari Firman Allah dan dari ciptaan-Nya. Kalau kita mempelajarinya, malaikat-malaikat Allah akan menolong kita supaya dapat memahaminya. Kita akan melihat akal budi dan kebajikan Bapa yang di surga. Pikiran kita akan dikuatkan, hati kita dimurnikan, dan kita akan semakin serupa dengan Kristus.
Setiap tahun Yusuf dan Maria berangkat ke Yerusalem, merayakan Paskah. Waktu Yesus berusia dua belas tahun, orang tuan-Nya membawa Dia. Perjalanan ini sungguh menyenangkan. Ada orang yang berjalan kaki, naik keledai atau unta, dan memakan waktu beberapa hari. Jarak dari Nazaret ke Yerusalem kurang lebih tujuh puluh mil. Dari segenap penjuru negeri, dan bahkan dari negeri lain pun, berbondong-bondonglah orang menghadiri pesta perayaan ini, dan biasanya mereka yang berasal dari tempat yang sama berjalan bersama-sama, dalam rombongan besar.
Pertanyaan diadakan menjelang akhir Maret atau awal April. Waktu itu musim semi di Palestina, segenap penjuru gemerlapan oleh bunga-bunga, dan ditingkahi kicauan burung. Dalam perjalanan orang tua menuturkan kepada anak-anak mereka dari hal perbuatan ajaib yang telah dilakukan Tuhan bagi bangsa Israel pada masa yang lampau. Sering pula mereka bernyanyi bersama-sama, melagukan beberapa mazmur Daud.
Pada zaman Kristus, orang banyak sudah semakin dingin dan formal dalam melayani Allah. Mereka lebih banyak memikirkan kesenangan pribadi mereka daripada kebajikan Tuhan kepada mereka. Tetapi lain dengan Yesus. Ia senang memikir-mikirkan dari hal Allah. Waktu Ia masuk ke Kaabah, Ia memperhatikan pada imam melaksanakan tugas mereka. Ia merendahkan tubuh-Nya, tunduk menyembah bersama-sama orang lain, waktu mereka bertelut berdoa, dan suara-Nya berpadu dengan lagu pujian mereka.
Tiap pagi dan petang seekor domba dipersembahkan di atas mezbah. Ini menggambarkan kematian Juruselamat. Ketika Yesus yang masih anak-anak itu, memperhatikan korban yang tidak bersalah itu, Roh Kudus menerangkan maknanya kepada-Nya. Ia mengetahui bahwa Ia Sendiri, sebagai Domba Allah, harus mati karena doa manusia.
Yesus ingin mengasingkan diri, ketika dipenuhi pikiran yang demikian. Itulah sebabnya Ia tidak tinggal menyertai orang tua-Nya di dalam Kaabah, dan waktu mereka memulai perjalanan pulang ke rumah, Ia tidak bersama-sama mereka. Di sebuah ruangan yang masih berhubungan dengan bangunan Kaabah terdapatlah sebuah sekolah yang diasuh para rabi, untuk seketika lamanya Yesus mampir ke tempat ini. Ia duduk bersama-sama orang muda yang lain di kaki para guru terkemuka, dan mendengarkan perkataan mereka.
Banyak pikiran yang salah diajarkan orang Yahudi mengenai Mesias. Yesus mengetahui hal ini, tetapi Ia tidak mau berbantah-bantah dengan orang terpelajar ini. Sebagai seorang yang ingin diajar, Ia menanyakan pertanyaan tentang apa gerangan yang telah ditulis para nabi mengenai Mesias itu. Yesaya pasal 53 mengatakan dari hal kematian Juruselamat, dan Yesus membaca pasal ini, dan menanyakan artinya.
Para rabi tidak dapat menjawab. Dan mereka pun bertanya kepada Yesus, dan mereka sangat tercengang akan pengetahuan-Nya dari hal Kitab Suci. Mereka mengetahui bahwa Ia lebih memahami Alkitab jauh lebih baik dari mereka. Mereka mengetahui bahwa ajaran mereka salah, tetapi mereka tidak mau mempercayai apapun yang berbeda daripada ajaran mereka.
Namun demikian Yesus amat bijaksana dan bersikap ramah sehingga mereka tidak marah kepada-Nya. Mereka ingin memahami Dia sebagai seorang murid, dan mengajar Dia untuk menerangkan Alkitab menurut teladan mereka. Ketika Yusuf dan Maria meninggalkan Yerusalem hendak pulang, mereka tidak begitu memperhatikan Yesus ketinggalan. Mereka kita Ia bersama-sama dalam rombongan anak yang sebaya dengan-Nya.
Tetapi ketika mereka hendak berkemah karena hari sudah malam, mereka baru mengetahui Dia yang suka menolong, tidak ada di antara mereka. Mereka mencari-cari di antara rombongan, di semua rombongan, tetapi sia-sia adanya. Yusuf dan Maria sangat ketakutan. Mereka ingat bagaimana Herodes mencoba membunuh Yesus ketika masih bayi, dan mereka khawatir jangan-jangan ada yang jahat menimpa Dia.
Dengan sedih sekali mereka kembali ke Yerusalem; hari ketiga baru mereka menemukan Dia. Betapa gembira mereka ketika melihat Dia lagi namun demikian Maria beranggapan bahwa Dia harus disalahkan karena meninggalkan mereka.
Ia berkata, “Anak mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.”
“Mengapa kamu mencari Aku?” jawab-Nya kepada mereka. “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Lukas 2:48, 49.
Waktu Dia mengucapkan kata-kata ini, Yesus menunjukkan ke atas. Mereka heran melihat wajah-Nya bercahaya. Yesus mengetahui bahwa Ia Anak Allah, dan Ia melakukan perkerjaan yang ditugaskan Bapa-Nya di dunia ini. Maria tidak pernah melupakan perkataan ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, semakin dipahaminya makna perkataan yang mengherankan itu. Yusuf dan Maria mengasihi Yesus, tetapi mereka lengah sampai Ia tertinggal. Mereka telah lupa akan tugas yang diberikan kepada mereka. Lengah satu hari, mengakibatkan mereka kehilangan Yesus.
Sama seperti itu juga, dewasa ini banyak orang yang kehilangan Yesus, tidak termasuk dalam rombongan mereka. Apabila kita tidak senang memikir-mikirkan Dia, atau berdoa kepada-Nya; bilamana kita berbicara yang sembrono, kasar atau mengucapkan kata-kata yang jahat, berarti kita memisahkan diri dari Kristus. Tanpa Dia, kita akan kesepian dan dirundung kesedihan.
Tetapi bilamana kita benar-benar merindukan Dia dalam himpunan kita, Ia akan selalu beserta kita. Juruselamat senang tinggal bersama-sama orang yang mencari hadirat-Nya, Ia akan membuat rumah orang yang paling miskin pun menjadi cerah, menerangi hati yang paling rendah. Walaupun Ia tahu bahwa Dia Anak Allah, Yesus kembali ke rumah di Nazaret bersama-sama Yusuf dan Maria. Sampai usia tiga puluh tahun Dia “tetap hidup dalam asuhan mereka.” Lukas 2:51.
Dia yang telah menjadi Penghulu Surga, selagi di dunia menjadi anak yang taat dan penuh kasih. Hal-hal yang penting yang memenuhi pikiran-Nya, yang dibawa pelayanan dalam Kaabah tersembunyi di lubuk hati-Nya. Ia menantikan sampai saat yang ditetapkan Allah pada-Nya untuk melakukan tugas-Nya tiba.
Yesus mendiami rumah petani miskin. Dengan gembira dan senang hati Ia membantu mencukupkan nafkah keluarga itu. Setelah Ia dewasa, Ia belajar bertukang dan bekerja di pertukangan kayu dengan Yusuf. Dengan pakaian kasar seperti layaknya pekerja biasa Ia menyusuri jalan di kota kecil itu, ke dan dari tempat bekerja-Nya. Ia tidak menggunakan kuasa Keilahian-Nya untuk memudahkan kehidupan bagi Diri sendiri.
Sebagaimana Yesus bekerja pada masa anak-anak dan masa remaja, pertumbuhan badan-Nya juga sepadan, juga dalam pikiran. Ia berusaha menggunakan kuasa-Nya sedemikian rupa supaya tetap dalam keadaan utuh, agar Dia dapat melakukan tugas yang terbaik dalam segala segi.
Apa saja pun yang dilakukan-Nya, selalu dilakukan dengan baik sekali. Ia ingin sempurna, juga dalam menggunakan segala perkakas. Dengan teladan yang diberikan-Nya Ia mengajar supaya kita rajin, agar kita hati-hati bekerja karena pekerjaan yang demikianlah yang memperoleh pahala. Semua orang harus berusaha mencari dan melakukan sesuatu yang berguna menolong diri mereka sendiri, dan bagi orang lain.
Allah memberikan pekerjaan bagi kita sebagai suatu berkat, dan Dia senang kepada anak-anak yang dengan tulus turut melaksanakan tanggung jawab mereka dalam rumah tangga, saling menanggung beban ayah dan bunda! Anak yang demikianlah akan keluar dari dalam rumah dan menjadi berkat bagi orang lain.
Orang-orang muda yang berusaha taat kepada Allah dalam segala sesuatu yang mereka lakukan, yang melakukan yang benar karena memang benar, akan sangat berguna di dunia ini. Setia di tempat yang sederhana, membuat mereka layak menempati kedudukan yang lebih tinggi.
oleh Ellen G. White, Riwayat Yesus
Banyak orang berkumpul di sekitar Yesus. Mereka ingin mendengar Dia menuturkan kisah-kisah. Mereka ingin mendengar Dia mengajar tentang surga.
Ketika orang-orang sakit, Yesus menyembuhkan mereka. Dia menyembuhkan orang-orang yang tidak dapat melihat. Dia menyembuhkan orang-orang yang tidak dapat mendengar.
Suatu hari beberapa orang membawa anak-anak kecil mereka untuk melihat Yesus. Mereka ingin Dia memberi anak-anak mereka sebuah berkat. Para murid Yesus memberi tahu orang-orang agar jangan mengganggu Yesus. Mereka mengira Dia terlalu sibuk.
Yesus tidak terlalu sibuk. Dia memberi tahu para murid agar membiarkan anak-anak kecil datang kepada-Nya. Dia mengatakan bahwa kerajaan surga milik orang-orang yang seperti anak-anak kecil.
Yesus mengasihi semua anak. Tidak menjadi soal siapa Anda, seperti apa Anda, atau di mana Anda tinggal. Yesus mengasihi Anda!
Tampilkan Bahasa Isyarat Saja
Hanya Bisa Download Publikasi
VOLUME 7 UNIT 19 SESI 5
JUDUL : MASA KECIL YESUS
PEMBICARA : KAK PAOLINE & KAK LINA
Injil Lukas hanya mencatat dua kisah tentang masa kanak-kanak Yesus: penyerahan-Nya (Lukas 2:21-40) dan kunjungan-Nya ke Bait Allah ketika Dia berusia 12 tahun (Lukas 2:41-52). Injil Matius memasukkan cerita lain: kunjungan orang-orang Majus. Kisah-kisah tentang Yesus ketika masih kecil ini menjadi jembatan bagi pelayanan Yesus sebagai orang dewasa.
Setelah Yesus lahir, Allah menempatkan bintang di langit sebagai tanda. Orang Majus dari timur mengikuti bintang ke Yerusalem, mencari raja baru. Mereka menemukan Yesus, yang mungkin berusia 1 atau 2 tahun, di Betlehem dan mereka menyembah Dia sebagai Raja. Kemudian, Yesus dan keluarga-Nya menetap di Nazaret, di mana Yesus dibesarkan.
Pada zaman Alkitab, seorang anak laki-laki Yahudi dianggap telah dewasa pada usia 13 tahun. Ayahnya akan melatihnya untuk memikul semua tanggung jawab orang dewasa—secara sosial dan spiritual. Yusuf adalah seorang tukang kayu, dan kemungkinan besar ia melatih Yesus dalam pekerjaannya. Ketika Maria dan Yusuf pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, Yusuf mungkin membawa Yesus, yang berusia sekitar 12 tahun, berkeliling kota untuk mengajari-Nya tentang pentingnya Bait Allah dan menjelaskan tujuan perayaan Paskah.
Orang tua Yesus pulang ke rumah setelah perayaan itu. Mereka menganggap Yesus ada di antara teman seperjalanan mereka, tetapi ternyata tidak. Yesus tinggal di Bait Allah. Maria dan Yusuf baru tersadar Yesus menghilang setelah satu hari berlalu. Mereka bergegas kembali ke Yerusalem dan akhirnya menemukan Dia di Bait Allah. Yesus bertanya kepada ibu-Nya, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Maria dan Yusuf tidak mengerti.
Tetapi Yesus adalah Anak Allah, dan Dia perlu menghormati Bapa-Nya yang sejati. Dalam semua ini, Yesus tidak berbuat dosa.
Alkitab tidak memberikan banyak rincian tentang masa kanak-kanak Yesus, tetapi kita tahu bahwa seiring bertambahnya usia Yesus, Dia bertambah “dewasa dan bijaksana” (Lukas 2:52). Yesus melaksanakan rencana Allah untuk mendamaikan dunia dengan diri-Nya (2 Kor. 5:19).
Allah mengutus Yesus ke bumi dengan suatu tujuan. Bahkan sebagai seorang anak, Yesus ingin menghormati Allah. Allah memberkati Yesus saat Dia bersiap untuk mengikuti rencana Bapa-Nya: mati di kayu salib dan menyelamatkan manusia dari dosa.
POIN AWAL BAGI KELUARGA
Pada mulanya adalah Firman. Firman itu ber-sama2 dengan Allah & Firman itu adalah Allah.
HIDUPKATOLIK.com – Mengapa Injil Yohanes dan Markus tidak berbicara tentang masa kecil Yesus seperti dalam Injil Matius dan Lukas?
Martina Murlani, Madiun
Pertama, Injil-injil bukanlah biografi tentang Yesus, tetapi kesaksian iman para rasul tentang Yesus yang adalah Allah dan Penyelamat (bdk. Kis 2:32.36; 5:31; bdk. Rom 1:4). Dengan ini kita bisa mengerti mengapa Injil tertua, Markus, tidak mengisahkan masa kecil Yesus. Fokus utama ialah pewartaan tentang Yesus yang bangkit. Kebangkitan membuat para rasul sadar bahwa Yesus Kristus adalah Allah. Jati diri Yesus sebagai Allah ini pasti juga sudah ada sejak awal penampilannya di depan umum. Demikian pula seluruh pelayanan-Nya pasti sudah diresapi oleh keilahian-Nya. Kebangkitan hanyalah menyingkap martabat ilahi yang memang sudah ada sebelumnya. Pengertian inilah yang tercermin dalam njil Markus. Dia memindahkan momen kristologis dari kebangkitan ke peristiwa awal penampilan Yesus di depan umum, yaitu pembaptisan oleh Yohanes. Peristiwa itu mewahyukan jati diri Yesus: “Engkaulah Anak-Ku yang Ku-kasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Mrk 1:11; bdk. Majalah HIDUP No. 51, 16 Desember 2012).
Kedua, ketika orang sudah mengenal pribadi Yesus, mereka membedakan antara realitas objektif dalam diri Yesus dan pengenalan mereka akan Yesus. Realitas objektif dari jati diri ilahi Yesus pasti sudah ada sejak Dia dilahirkan bahkan pada saat pengandungan-Nya. Ini tahap lebih lanjut dalam proses pembentukan Injil yang tercermin dalam Injil Matius dan Lukas. Kedua penginjil mengisahkan proses pengandungan dan kelahiran Yesus dengan semua tanda heran yang menyertai.
Manusia tidak bisa menjadi Allah, tetapi Allah bisa menjadi manusia. Inilah pesan yang hendak disampaikan penginjil Matius dan Lukas dalam kisah masa kanak-kanak Yesus, yaitu bahwa Yesus adalah Anak Allah sejak awal kelahiran-Nya sebagai manusia. Pewahyuan tentang jati diri Yesus itu disampaikan malaikat, yaitu bahwa Anak yang dikandung Maria itu berasal dari Roh Kudus (Mat 1:20; Luk 1:35) dan bahwa Anak itu “akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 3:38). Injil Matius dan Lukas tetap bukan biografi Yesus, tapi pewahyuan tentang jati diri Yesus.
Ketiga, ketika Yohanes menulis Injil, sekitar 100 M), diandaikan bahwa Yohanes sudah mengetahui tentang ketiga Injil terdahulu. Maka, dia tidak ingin mengulangi hal yang sudah ditulis, tapi Yohanes hendak melengkapi yang sudah ada. Momen kristologis yang bermula kepada kebangkitan dan kemudian dipindahkan ke pembaptisan oleh Markus, lalu dipindahkan ke awal kelahiran Yesus oleh Matius dan Lukas, sekali lagi dipindahkan jauh melampaui kurun waktu oleh Yohanes, yaitu ke momen sebelum adanya waktu, yang tak lain ialah praeksistensi Yesus sebagai Putra Allah sejak kekal. Yohanes menyebut peristiwa kelahiran Yesus dengan kata-kata, “Pada mulanya adalah Sabda dan Sabda itu bersama-sama dengan Allah, dan Sabda itu adalah Allah…, dan Sabda itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita, dan kita tidak melihat kemuliaan-Nya” (Yoh 1:1.14).
Dengan menyebut Putra Allah sebagai Sabda, Yohanes menghubungkan peristiwa penjelmaan Putra Allah menjadi manusia dengan kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian. Di situ Allah bersabda untuk menciptakan dunia (Kej 1:2.6.9.11.14. 20.24.29). Sebagai Sabda, Putra Allah ikut berperan penting pada momen penciptaan. Sebutan itu juga mencerminkan hikmat Sabda Allah yang memberi kehidupan, yang merupakan “pancaran murni dari kemuliaan Yang Mahakuasa” (Keb 7:25). Dengan mengetahui jati diri sesungguhnya dari Putra Allah, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia, Yohanes mengajak kita untuk mensyukuri dan mengagumi, “Begitu besar kasih Allah akan dunia sehingga Ia memberikan Putra-Nya yang tunggal.” (Yoh 3:16).
Petrus Maria Handoko CM